Wisata Religi Ziarah Wali Songo Plus

Wali Songo adalah sembilan tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14. Makam-makam mereka menjadi tujuan ziarah bagi umat muslim yang ingin menghormati dan mendoakan para Wali Songo. Selain itu, ziarah ke makam Wali Songo juga dapat menjadi salah satu bentuk wisata religi yang mengedukasi dan menginspirasi kita tentang sejarah dan ajaran Islam di Indonesia.


Berikut adalah daftar makam Wali Songo Plus yang dapat Anda kunjungi sebagai destinasi wisata religi

1. Klaten (Sunan Bayat)

Sunan Bayat memiliki nama lain Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II), atau Wahyu Widayat. Beliau adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang, dan murid dari Sunan Kalijaga. Beliau berdakwah di daerah Bayat, Klaten, dan sekitarnya dengan menggunakan kesaktian dan kebijaksanaannya. Makam beliau terletak di perbukitan Gunung Jabalkat di Kecamatan Bayat, dan masih menjadi tujuan ziarah bagi umat muslim hingga sekarang. Makam beliau juga menjadi simbol toleransi beragama, karena terdapat gapura yang memiliki ukiran naga dan burung garuda, yang merupakan lambang kebudayaan Hindu-Budha.


2. Demak (Sunan Kali Jaga dan Masjid Agung Demak)

Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak memiliki hubungan yang erat dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa. Sunan Kalijaga adalah salah satu anggota Walisongo, yaitu sembilan tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-14 dan ke-15. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh yang menggunakan cara-cara tradisional dan akulturasi budaya dalam syiar Islam. Beliau juga dikenal sebagai arsitek yang bertanggung jawab atas pendirian Masjid Agung Demak, yang merupakan masjid utama Kesultanan Demak dan simbol dakwah Walisongo.

Masjid Agung Demak memiliki kekhasan atap tumpang tiga dengan bentuk limasan, yang berbeda dengan masjid lain pada periode itu yang umumnya menggunakan kubah. Bentuk ini terinspirasi dari arsitektur Hindu-Budha yang ada sebelumnya di Jawa. Selain itu, masjid ini juga memiliki gapura yang memiliki ukiran naga dan burung garuda, yang merupakan lambang kebudayaan Hindu-Budha. Hal ini menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga menghormati dan mengakomodasi kebudayaan lokal dalam membangun masjid.

Menurut cerita rakyat dan Babad Tanah Jawa, Sunan Kalijaga juga berperan dalam menentukan arah kiblat dan tata letak bangunan masjid. Beliau menggunakan cara-cara mistis dan kesaktiannya untuk menemukan arah kiblat yang tepat. Beliau juga membuat usulan untuk membuat tata kota berupa masjid, alun-alun, dan keraton, yang kemudian disetujui oleh Raden Patah, penguasa Kerajaan Demak. Pembangunan masjid ini dibantu oleh para wali lainnya, seperti Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Gunung Jati.


3. Kudus (Sunan Kudus)

Sunan Kudus adalah salah satu anggota Wali Songo, yaitu sembilan tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14 dan ke-15. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Ash-Shadiq, dan beliau adalah putra dari Sunan Ngudung dan Dewi Sari binti Ahmad Wilwatikta. Sunan Kudus dikenal sebagai Wali Al-Ilmi, yang berarti orang yang berilmu luas.

Sunan Kudus berdakwah di daerah Kudus, Jawa Tengah, dengan menggunakan cara-cara yang bijaksana dan menghormati kebudayaan lokal. Beliau mendirikan Masjid Agung Kudus, yang memiliki kekhasan atap tumpang tiga dengan bentuk limasan, yang terinspirasi dari arsitektur Hindu-Budha. Beliau juga meminta masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu, dan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau. Sunan Kudus juga merupakan seorang senopati atau panglima perang dari Kerajaan Demak, yang bertugas memperluas wilayah kerajaan sebagai pusat pengembangan Islam masa akhir Majapahit.

Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 Masehi saat menjadi imam sholat Subuh di Masjid Agung Kudus, dalam posisi sujud. Makam beliau terletak di bagian belakang masjid tersebut, dan masih menjadi tujuan ziarah bagi umat muslim hingga sekarang.


4. Muria (Sunan Muria)

Sunan Muria adalah salah satu anggota Wali Songo, yaitu sembilan tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14 dan ke-15. Nama lahir Sunan Muria adalah Umar Said. Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.

Sunan Muria berdakwah di daerah Gunung Muria, pantai utara Jepara, dengan menggunakan cara-cara yang bijaksana dan menghormati kebudayaan lokal. Beliau mendirikan Masjid Agung Kudus, yang memiliki kekhasan atap tumpang tiga dengan bentuk limasan, yang terinspirasi dari arsitektur Hindu-Budha. Beliau juga meminta masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu, dan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau. Sunan Muria juga merupakan seorang senopati atau panglima perang dari Kerajaan Demak, yang bertugas memperluas wilayah kerajaan sebagai pusat pengembangan Islam masa akhir Majapahit.

Sunan Muria wafat pada tahun 1560 Masehi saat menjadi imam sholat Subuh di Masjid Agung Kudus, dalam posisi sujud. Makam beliau terletak di bagian belakang masjid tersebut, dan masih menjadi tujuan ziarah bagi umat muslim hingga sekarang.


5. Tuban (Sunan Bonang + Maulana Ibrohim Asmoroqondi)

Sunan Bonang dan Maulana Ibrohim Asmoroqondi adalah dua tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di daerah Tuban, Jawa Timur, pada abad ke-14 dan ke-15.

Sunan Bonang memiliki nama asli Raden Makdum Ibrahim, yang lahir pada tahun 1465 M di Surabaya. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila, serta cucu dari Maulana Ibrohim Asmoroqondi. Sunan Bonang dikenal sebagai seorang seniman yang berdakwah dengan menggunakan berbagai kesenian, termasuk gamelan dan sastra. Beliau juga menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, arsitektur, dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan. Beliau berdakwah di daerah Kediri, Demak, Lasem, Bawean, Madura, dan Tuban. Beliau wafat pada tahun 1525 M dan dimakamkan di empat tempat, yaitu di Tuban, Lasem, Bawean, dan Madura.

Maulana Ibrohim Asmoroqondi memiliki nama lain Syekh Ibrahim as-Samarqandi atau Syekh Jatiswara. Beliau lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14. Beliau adalah putra dari Syekh Jamaluddin Husen al-Akbar atau Syekh Jumadil Kubro. Beliau menikah dengan Dewi Candrawulan, putri dari Raja Champa, dan memiliki dua putra, yaitu Ali Murtadho (Raden Santri atau Raja Pandhita) dan Ali Rahmatullah (Raden Rahmad atau Sunan Ampel). Beliau berdakwah di daerah Champa, Pasai, dan Tuban. Beliau wafat pada sekitar tahun 1425 M dan dimakamkan di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.


Demikianlah artikel tentang wisata religi ziarah Wali Songo. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Indonesia. 

Posting Komentar